BANDA ACEH – Sepanjang tahun 2018, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, mencatat sebanyak 127 kali terjadi bencana ekologi di Aceh, dengan total kerugian mencapai Rp. 969 miliar. Sedangkan dampaknya terhadap hutan dan lahan hingga mengalami kerusakan mencapai 24,910 hektare.
“Dampaknya terhadap manusia mencapai 50.270 jiwa, termasuk 1.728 jiwa diantaranya mengalami krisis air bersih akibat kekeringan,” kata Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur, di Banda Aceh, Rabu, (2/1/2018).
Dikatakannya, laju investasi Sumber Daya Alam (SDA) berbasis kawasan hutan, menjadi salah satu faktor penyebab kerusakan dan hilang fungsi kawasan hutan di Aceh. Selain itu, kerusakan juga disumbang illegal logging, perambahan hutan, pertambangan illegal dan pembangunan infrastruktur.
Menurut Muhammad Nur, lemahnya Pemerintah Aceh menyediakan Tanah Objek Rediva Agraria (TORA) dan Perhutanan Sosial yang ditargetkan lebih kurang 400 ribu hektare se-Aceh, juga telah memperlemah perbaikan hutan di daerah ini. “Riwayat bencana di Aceh belum menjadi basis pikir pemerintah Aceh dalam perencanaan pembangunan yang patuh kebijakan tata ruang,” katanya.
Pemerintah Aceh saat ini, katanya, hanya mampu memfasilitasi sekitar 42 ribu hektare atau baru 9.4 persen. “Ancaman keutuhan fungsi kawasan hutan itu masih terjadi seperti illegal logging, investasi SDA di kawasan hutan, pembangunan infrastruktur, pertambangan dan juga perambahan hutan,” katanya.
Pantauan Walhi Aceh, pertambangan ilegal masih marak terjadi selama 2018. Upaya hukum yang telah dilakukan oleh penegak hukum, belum bisa menjadi efek jera bagi penambang emas ilegal, yang hingga sekarang aktivitasnya masih berlangsung.
Ditambah lagi, kata Muhammad Nur, adanya pertambangan yang sudah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Berdasarkan data Pemerintah Aceh, katanya, IUP di Aceh kini berjumlah 37 IUP, dengan luas areal mencapai 156.003 hektare di 10 kabupaten/kota.
Diungkapkan pula, pertambangan emas ilegal masih marak terjadi di Aceh hingga akhir tahun 2018. “Upaya hukum yang dilakukan oleh lembaga penegak hukum belum efektif. WALHI Aceh masih menemukan aktivitas pertambangan emas ilegal di Pidie, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Aceh Selatan. Total kerusakan hutan dan lahan yang diaebabkan pertambangan emas ilegal mencapai sekitar 7500 hektare,” ungkapnya. (red)