
BANDA ACEH – Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT, secara resmi melaunching Forum Lentera Indonesia Muda Aceh (FLIMA), Selasa (15/01/2019), di Gedung Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh.
Launching FLIMA tersebut dilakukan Plt Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT, diwakili Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Syaridin, S.Pd, M.Pd dan turut di hadiri Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh, Ir. Helvizar Ibrahim, M.Si, Plt. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Drs. Amiruddin, M.Si, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Aceh, Teuku Munandar, Founder Cahaya Aceh, Azwir Nazar, Ketua Senat Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Muhammad Chaizir, S.Ud, pendiri FLIMA, Bustanul Aulia, M.E, serta mahasiswa dari beberapa Universitas di Banda Aceh.
Plt Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT, dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Syaridin, S.Pd, M.Pd, menyampaikan bahwa bonus demografi dalam istilah kependudukan adalah situasi. Dimana jumlah penduduk usia produktif akan melonjak cukup besar sehingga melebihi jumlah penduduk non produktif.
“Data BPS menyebutkan, bonus demokrafi ini akan terjadi di Indonesia pada tahun 2030-2040, dimana jumlah penduduk usia produktif – yakni usia antara 15 sampai 64 tahun-mencapai 70 persen,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dampak dari bonus demografi ini adalah terjadinya lonjakan jumlah angkatan kerja. “Sehubungan dengan itu, muncul pertanyaan, apakah kita sudah mempersiapkan diri menghadapi era bonus demografi itu?
“Juga bagaimana Pemerintah bisa menyediakan lapangan pekerjaan bagi 70% penduduk usia produktif di masa itu? Atau jika lapangan pekerjaan tersedia, apakah SDM kita siap bersaing? Dua pertanyaan ini adalah kunci utama dalam menjawab Bonus Demografi 2030-2040,” katanya.
Dia menyebutkan, dalam visi dan misi Aceh Hebat sebagaimana tertuang dalam RPJM Aceh 2017-2022, upaya menghadapi era bonus demografi ini telah dituangkan dalam program Aceh Carong, Aceh Meuadab dan Aceh Teuga.
“Program Aceh caròng menekankan kepada prestasi pendidikan Aceh melalui perbaikan di segala bidang, Acèh Meuadab lebih kepada upaya mengembalikan khittah Aceh melalui implementasi nilai-nilai Islam, sedangkan Acèh Teuga fokus pada perbaikan SDM pemuda,” sebutnya.
Menurutnya, salah satu langkah konkrit dari program kepemudaan ini adalah mendorong meningkatnya pengetahuan pemuda tentang kewirausahaan. “Kita yakin, dengan adanya minat berwirausaha di kalangan pemuda, kita akan dapat membuka lapangan pekerjaan baru sehingga dapat mengurangi pengangguran,” tutur Kadisdik Aceh, Syaridin, S.Pd, M.Pd mengutip sambutan tertulis Plt Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT.
Masih katanya lagi, kelemahan yang dihadapi saat ini di Aceh adalah jiwa kewirausahaan itu masih sangat minim. Para pemuda umumnya lebih banyak berorientasi sebagai pencari kerja, bukan sebagai job creator atau pencipta lapangan kerja.
“Itu sebabnya, pengangguran terus meningkat karena pertumbuhan angkatan kerja di Aceh cukup tinggi, mencapai 64 ribu orang/tahun. Sementara jumlah lapangan kerja tersedia relatif sedikit,” lanjutnya.
Di era bonus demografi nanti, sambungnya, jika tidak mampu mengantisipasi masalah ini, lonjakan pengangguran akan lebih besar lagi di Aceh. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan ini, sejak dini harus memikirkan langkah-langkah pembinaan pemuda agar mampu menjadi pekerja yang mandiri.
“Dengan demikian, di era bonus demografi nanti, kita dapat melahirkan pemuda kreatif yang mampu menjadi pencipta lapangan kerja. Singkat kata, bonus demografi yang terjadi di Indonesia pada dekade 2030-2040 menghasilkan pedang bermata dua,” sambungnya.
“Ia akan memberi berkah manakala kita berhasil memanfaatkannya, di sisi lain akan menyebabkan bencana seandainya kualitas SDM tidak dipersiapkan. Jadi kata kuncinya adalah pendidikan, skill, daya saing dan etos kerja. Empat faktor ini harus dibungkus dengan semangat kewirausahaan yang kuat, sehingga anak-anak muda kita mampu menjawab tantangan zaman,” rincinya.
Ia menilai, untuk menciptakan anak-anak muda yang memiliki semangat kewirausahaan ini, peran lembaga pendidikan dan masyarakat sangatlah dibutuhkan.
“Dalam hal ini, perguruan tinggi sangat dibutuhkan untuk dapat mengembangkan modul kewirausahaan bagi mahasiswa sejak di lingkungan kampus. Adapun bidang pendidikan yang digeluti, wawasan kewirausahaan harus ada di dalamnya,” katanya.
Organisasi masyarakat, katanya juga harus aktif mengadakan pelatihan agar semangat kewirausahaan ini bisa menjadi budaya di kalangan anak-anak muda. “Harapan saya Forum Lentera Indonesia Muda Aceh yang kita launching hari ini dapat mengambil peran tersebut. Forum ini diharapkan mampu menjalankan program yang kekinian untuk meningkatkan kapasitas pemuda dalam menjawab tantangan zaman,” imbuhnya berharap.
Salah satu ketrampilan wajib yang harus diajarkan kepada anak-anak muda adalah bidang teknologi informasi. Pengetahuan ini sangat dibutuhkan, sebab apapun pekerjaan yang dikembangkan nanti pasti membutuhkan Teknologi Informasi. “Kemampuan di bidang TI mendorong kita bisa ambil peran dalam revolusi industri 4.0”.
Bukan hanya itu, yang perlu diketahui, bahwa revolusi industri 4.0 ini sangat berbeda dengan revolusi industri pertama, kedua dan ketiga. Revolusi industri pertama terjadi pada abad ke-18, ditandai dengan penemuan mesin uap, sehingga mendorong tumbuhnya industri di berbagai negara.
“Revolusi industri kedua terjadi pada abad ke-20 ditandainya munculnya industri dengan berbagai produk massal. Sedangkan revolusi industri ketiga terjadi pada tahun 1970 ditandai dengan penemuan perangkat komputer. Revolusi industri pertama hingga ketiga itu sifatnya saling menguatkan,” tambahnya.
Itulah masa di mana banyak muncul negara industri karena kemampuan mereka memanfaatkan teknologi. “Sekarang kita masuk pada era revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan berkembangnya sistem cyber-physical di mana semua lapangan kerja menyentuh dunia virtual yang tersambung melalui jaringan internet”.
Revolusi industri 4.0 cukup unik karena kehadirannya banyak menghancurkan sistem ekonomi yang sudah ada sebelumnya. Sebagai contoh, tambahnya lagi, dapat dilihat bagaimana bisnis travel kini hancur karena digantikan sistem online.
“Kita juga semakin kerap mendengar banyak toko dan pusat retail yang bangkrut karena pembeli cenderung berbelanja melalui jaringan online. Semuanya sudah berbasis internet. Yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan sistem internet, pasti akan tersingkir,” pungkasnya.
Makanya Revolusi industri 4.0 ini diidentikkan dengan inovasi distruptif, yaitu inovasi yang menciptakan pasar baru dengan merusak pasar yang sudah ada.
“Untuk bisa memanfaatkan bonus demografi di masa depan, mau tidak mau kita juga harus pula mampu menguasai teknologi informasi,” tutupnya. (rel/red)