
LHOKSEUMAWE – Massa yang tergabung dalam Forum Pemuda Dewantara (Forpemda) Kecamatan Dewantara Aceh Utara, dan elemen masyarakat sipil, Senin (7/10/2019), kembali melakukan aksi damai di pintu utama PT Pupuk Iskandar Muda (PT PIM). Mereka menyuarakan berbagai tuntutan.
Tuntutan pengunjukrasa antara lain meminta agar PT PIM dapat menghibahkan limbah Scrap atau besi tua eks milik PT Asean Aceh Fertilizer (PT AAF) kepada Forpemda yang saat ini sudah menjadi milik PT PIM dan meminta agar melibatkan 15 desa dalam perekrutan tenaga kerja di perusahaan itu.
Kegiatan aksi damai tersebut yang kesekian kalinya itu juga mendapat pengawalan dari Polres Lhokseumawe. Tampak juga para pengunjukrasa dari kalangan mahasiswa.
Manajer Humas PT PIM, Nasrun, mengatakan, pihaknya sudah menjelaskan kepada Forpemda dalam dua kali pertemuan pada 18 dan 25 September 2019 lalu, bahwa aset ekspabrik PT AAF dan perumahan baru ditanggung dalam setahun Rp 72 miliar, dengan tujuan agar lokasi itu (ekspabrik AAF) dapat digunakan untuk pengembangan industri PT PIM dengan mengundang investor.
Karena dalam beberapa tahun ke depan produk pupuk urea sudah tidak ekonomis lagi diproduksi di PIM. Disebabkan harga baku gas yang tidak kompetitif dan tidak keekonomian serta rencana dari pemerintah untuk mengalihkan subsidi langsung ke petani, jelasnya kepada para wartawan usai aksi damai massa Forpemda di depan Pintu Utama PT PIM Kecamatan Dewantara Aceh Utara.
Menurut Nasrun, dengan adanya investor membangun industri di lahan eks-PT AAF yang baru dibeli PT PIM tersebut, dapat mendukung keberlanjutan PIM ke depan dan meningkatkan perekonomian masyarakat Aceh khususnya di Kecamatan Dewantara.
Untuk itu, katanya, PT PIM tidak mungkin menghibahkan aset yang baru dibeli dengan utang kepada masyarakat, karena PIM sangat kesulitan dalam memenuhi kewajiban pembayaran utang.
Dikatakan, PIM sebagai anak perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero) berkewajiban dan bertanggung jawab atas aset yang sudah dimiliki, untuk digunakan sebagai pengembangan usaha PIM dan dilaporkan secara berkala.
Oleh karena itu, kata Nasrun, setiap komersialisasi aset eks-AAF harus mendapatkan izin tertulis dari pemegang saham yaitu PT Pupuk Indonesia (Persero) selaku perusahaan BUMN. Maka pihaknya sudah mencoba negosiasi dengan perwakilan Forpemda untuk mengusulkan ide-ide atau rencana apa yang dapat dibantu oleh PT PIM untuk masyarakat Dewantara. Namun sampai saat ini belum ada usulan yang disampaikan, kecuali permintaan hibah scrap pabrik eks-PT AAF sebesar 25 persen.
Dia menambahkan, walaupun PIM dalam kondisi yang memprihatinkan, namun melalui program CSR sudah banyak membantu masyarakat lingkungan perusahaan seperti sektor pendidikan, rumah sederhana, peningkatan ekonomi, rumah ibadah dan lainnya. Kata Nasrun, pihaknya berharap Forpemda dapat memahami kondisi PT PIM dan mendukung program keberlanjutan usaha PIM ke depan, sehingga lapangan kerja terbuka untuk masyarakat Aceh dan khususnya masyarakat di lingkungan perusahaan. (z).