LHOKSEUMAWE – Pada bulan Januari 2020 Kota Lhokseumawe mengalami inflasi sebesar 0,08 persen .Inflasi tersebut mengalami penurunan dibandingkan inflasi yang terjadi pada bulan December 2019 dan Januari 2019 masing masing sebesar 0,60% (mtm) dan 0,14% (mtm).
Berdasarkan perkembangan tersebut, inflasi tahunan Kota Lhokseumawe pada periode Januari 2020 sebesar 1,63% (yoy) atau berada di bawah kisaran target inflasi tahun 2020 sebesar 3,0% ±1% (yoy).
Kepala BI Kantor Perwakilan Lhokseumawe, Yukon Afrinaldo dalam rilis BI Lhokseumawe yang diterima AnalisisNews.com ,Rabu (5/2) mengatakan , diantara 3 kota yang menjadi perhitungan inflasi di Provinsi Aceh, inflasi Kota Lhokseumawe merupakan yang terendah.
Dikatakan Kota Banda Aceh dan Meulaboh mengalami inflasi masing-masing sebesar 0,77% (mtm) dan 1,44% (mtm). Dengan demikian maka secara agregat, Provinsi Aceh mengalami inflasi sebesar 0,66% (mtm) atau menurun dari bulan sebelumnya yang mencapai 0,42% (mtm) namun lebih tinggi dari inflasi nasional yang sebesar 0,34% mtm.
Inflasi Kota Lhokseumawe pada bulan Januari 2020 terutama bersumber dari kelompok makanan, minuman dan tembakau dengan andil sebesar 0,06%. Kenaikan tersebut didorong oleh subkelompok tembakau, khususnya rokok kretek dan rokok kretek filter yang menyumbang inflasi masing-masing sebesar 0,10% dan 0,07%. Hal tersebut disebabkan adanya kenaikan cukai rokok oleh Pemerintah di awal tahun 2020,ujar Yukon.
Yukon lebih lanjut menjelaskan, Selain itu, cabai merah juga menyumbang inflasi dengan andil 0,07% karena pasokan yang terbatas akibat mayoritas masih dalam masa tanam. Selanjutnya, minyak goreng menyumbang inflasi sebesar 0,05% mengikuti harga bahan bakunya yaitu CPO yang mengalami peningkatan harga internasional. Di samping itu, pengusaha kuliner melakukan pembelian minyak goreng curah dalam jumlah besar sebagai respon akan rencana pelarangan minyak goreng curah oleh pemerintah yang informasinya sempat beredar, meski rencana tersebut telah dibatalkan.
Dari diri kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya mengalami inflasi dengan andil sebesar 0,04%. Inflasi tersebut terutama didorong oleh peningkatan harga emas perhiasan internasional sehubungan dengan peningkatan ketidakpastian global.
Disebutkannya, ketidakpastian global mendorong para investor untuk mengalihkan investasinya ke komoditas safe haven tersebut.
Sementara itu, kelompok ikan segar menyumbang penurunan harga (deflasi) khususnya udang basah (-0,15%), ikan tongkol (-0,09%), cumi-cumi (0,06%), ikan dencis (-0,04%), ikan teri (-0,03%), dan ikan kembung (-0,02%). Demikian juga daging ayam ras menyumbang deflasi sebesar -0,03%. Penurunan tersebut disebabkan normalisasi permintaan pasca akhir tahun.
Disamping itu lanjutnya kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar rumah tangga mengalami deflasi dengan andil sebesar (-)0,02% khususnya disebabkan oleh Bahan Bakar Minyak (BBM) sejalan dengan adanya kebijakan pemerintah yang menurunkan harga bensin.
Lebih lanjut dia menjelaskan, Bank Indonesia senantiasa akan terus melakukan koordinasi dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.(z).