BANDA ACEH – Isu mundurnya beberapa paralegal di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Bener Meriah menjadi perhatian serius bagi banyak pemerhati sosial salah satunya dari kalangan mahasiswa Bener Meriah di Banda Aceh, yaitu Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa Bener Meriah (HPBM) Banda Aceh.
Menanggapi peristiwa mundurnya paralegal P2TP2A Bener Meriah, Ketua Umum HPBM Banda Aceh, Lukman Hakim berharap agar peristiwa pengunduran diri paralegal P2TP2A Kabupaten Bener Meriah harus menjadi perhatian serius dari pemangku kebijakan terkait di Kabupaten Bener Meriah.
Lukman Hakim menyayangkan terjadinya pengunduran lima orang paralegal yang disebabkan karena kurangnya perhatian pemerintah setempat dalam memfasilitasi kinerja paralegal tersebut.
“Jika benar apabila beberapa paralegal tersebut mundur akibat kurangnya perhatian pemerintah dalam upaya kerja-kerja mereka, maka pemerintah Kabupaten Bener Meriah secara tidak langsung memang tidak menjadikan isu yang berkaitan dengan domain P2TP2A Kabupaten Bener Meriah menjadi isu prioritas,” kata Lukman dalam keterangan tertulis kepada Analisisnews.com, Rabu (19/10/2022).
Menurut Lukman, hal tersebut sangat disayangkan, mengingat maraknya kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kekerasan seksual, kekerasan terhadap anak, kekerasan terhadap perempuan dan lain-lain yang terjadi di Bener Meriah.
Lukman menilai posisi paralegal P2TP2A di Kabupaten Bener Meriah saat ini menempati posisi sangat penting di daerah tersebut. Mereka ibarat tempat mengadu, berkeluh kesah, tempat layanan konsultasi dan pendampingan hukum terkait hal-hal yang berhubungan dengan perempuan dan anak, hingga yang berbau pelecehan dan kekerasan.
“Seharusnya dengan maraknya kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kekerasan maupun kejahatan seksual yang terjadi kepada anak dan perempuan akhir-akhir ini di Bener Meriah, pihak Pemeritah Bener Meriah, baik eksekutif maupun legislatif punya will politic yang jelas dalam mengurangi, menuntaskan, dan mencari akar permasalahan penyebab maraknya kejadian-kejadian ini,” kata Lukman.
Atas peristiwa tersebut, Lukman berharap permasalahan mundurnya beberapa paralegal P2TP2A tersebut bisa diselesaikan dengan bijak dan sebaik mungkin oleh pihak Pemerintah Kabupaten Bener Meriah.
“Apakah benar masalahnya ada pada penganggaran (gaji) yang sedikit, namun beban kerja yang begitu luar biasa. Atau ada masalah lain yang berkaitan dengan intervensi-intervensi dari berbagai pihak. Kami berharap pihak Pemkab Bener Meriah bijak dalam melihat kejadian ini,” ujar Lukman.
Terakhir Lukman mengatakan bahwa ia menilai dari fenomena mundurnya beberapa paralegal di Bener Meriah, ini menjadi pertanda bahwa penuntasan dan penanggulangan kasus yang berkaitan dengan kekerasan, pelecehan dan lain sebagainya yang erat kaitannya dengan anak dan perempuan ini masih belum maksimal dan tidak menjadi perhatian bagi para pemangku kebijakan di Kabupaten Bener Meriah.
Dari itu pihaknya mendorong agar menuntaskan persoalan tersebut secara serius dan diselesaikan secepat mungkin. Lukman mendorong dan menyarankan pihak DPRK Bener Meriah menggunakan hak interpelasinya memanggil pihak Pj Bupati Bener Meriah dan SKPA terkait untuk menjelaskan permasalahan yang terjadi.
Hal ini bertujuan sebagai wujud keseriusan pemangku kebijakan di Bener Meriah dalam hal menuntaskan dan mengurangi adanya tindakan kekerasan dan pelecehan seksual bagi anak maupun perempuan di Bener Meriah yang kita cintai ini.
“Jika paralegalnya saja sudah merasa tidak terayomi dan tidak diperhatikan secara khusus kebutuhan kerja-kerjanya oleh para pemangku kebijakan atau pimpinan diatasnya, konon bagaimana mereka bisa fokus bekerja dalam mendampingi para korban tindak kekerasan dan pelecehan seksual?,” tutup Lukman Hakim yang juga pernah menjadi fasilitator Forum Anak Provinsi Aceh khususnya di Kabupaten Bener Meriah.
Untuk diketahui, terdapat lima paralegal P2TP2A Kabupaten Bener Meriah mengajukan surat pengunduran diri kepada ketua P2TP2A tertanggal 17 Oktober 2022. Mundurnya paralegal tersebut dengan alasan karena tidak sanggup lagi bekerja dengan maksimal lantaran banyaknya kasus yang harus ditangani ditambah lagi kurangnya anggaran yang diberikan. (rel/far)