KOTA JANTHO – Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) provinsi Aceh dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Besar mengadakan Rapat Koordinasi Teknis Percepatan Penurunan Stunting di Gedung Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Aceh Besar, Gampong Gani, Kecamatan Ingin Jaya, Senin (20/5/2024).
Rapat tersebut sebagai Langkah kongkret dalam menangani kasus stunting di Aceh Besar. Keseriusan menangani stunting, juga telah dilakukan dengan berbagai upaya, seperti Rembug Stunting, pemberian makanan tambahan, dan Posyandu.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPP dan PA) Kabupaten Aceh Besar, Drs. Fadhlan, menegaskan bahwa persoalan stunting bukanlah hal yang sederhana.
Penanganan harus dilakukan secara menyeluruh dari hulu ke hilir, mengingat stunting juga berkaitan dengan kemiskinan. “Stunting ini persoalan serius. Kita harus melihat persoalan dari hulu hingga hilir, bukan hanya fokus pada penurunan angka stunting, tetapi yang lebih penting adalah mencapai zero new stunting atau tidak ada penambahan kasus stunting baru di Aceh Besar,” ujarnya.
Rapat tersebut, dipaparkan beberapa kasus stunting di daerah ini, kemudian dilaksanakan diskusi dengan pakar yang berkaitan dengan stunting. Fadhlan menegaskan jika dilihat dari paparan yang disampaikan bahwa tidak semua masyarakat dengan mudah diedukasi.
Dikatakannya, persoalan stunting tidak akan selesai jika tidak bergerak bersama. Untuk itu, kolaborasi dan sinergi sangat diperlukan, baik puskesmas, Keuchik, camat sampai perangkat daerah terkait. “Karena jika ada persoalan, ini bukan hanya tugas puskesmas saja, atau Desa saja melainkan tugas bersama,” katanya.
Kepala BKKBN Aceh Safrina Salim SKM, M.Kes mengatakan hal terpenting yang harus dilakukan untuk mengatasi persoalan stunting ini adalah bagaimana memutuskan ranting stunting pada ibu hamil dan saat persalinan.
“Jika kita melihat kondisi stunting hari ini tidak mungkin kita menghentikannya, namun tugas kita bagamaina memutuskan ranting stunting pada ibu-ibu hamil dan saat pada persalinannya,” ujar Safrina.
Safrina mengatakan dirinya akan mengupayakan penurunan angka stunting di Aceh. Menurutnya, di Aceh Besar terdapat banyak kendala, salah satunya terkait lingkungan dan karakter masyarakat.
“Di Aceh Besar, karakter dan lingkungan masyarakat belum terkendali. Dengan wilayah yang sangat luas dan jauh, kami tidak memiliki data konkret terkait ibu hamil dan balita yang masuk dalam kategori stunting,” ujarnya.
Menurutnya hal itu disebabkan karena adanya intervensi yang dilakukan belum tepat sasaran.
“Belum tepat sasaran itu banyak penyebabnya. Bukan berarti program yang kita berikan salah, tetapi mungkin saja pendataan dan sasaran yang akan kita berikan tidak tepat. Untuk menyasar supaya angka tidak semakin naik, kita harus lebih mengerucut kepada sasaran yang seharusnya, khususnya ibu hamil yang beresiko,” kata Safrina.
Safrina berharap Posyandu terus ditingkatkan dan bersinergi dengan Bina Keluarga Balita (BKB). Selain itu, keluarga anak juga harus mendapatkan edukasi dari petugas kesehatan.
“Pencegahan stunting memerlukan edukasi kepada orang tua, khususnya ibu hamil. Kami juga berharap ke depan ada bulan pengukuran 100 persen bagi anak balita di gampong, sehingga setiap bulan anak-anak tersebut diukur atau ditimbang,” jelasnya.
Ia mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama memberi masukan, mencari solusi, dan mengambil langkah realistis demi kemaslahatan generasi mendatang.
Stunting harus mampu diturunkan hingga di bawah 10 persen. “Saya optimistis kita mampu melakukannya dengan pelayanan kesehatan yang tepat dan program-program yang langsung pada sasaran,” tutupnya. (ad)