500 Penyuluh dan OPD KB di Aceh Ikut Jambore di Aceh Tengah

500 Penyuluh dan OPD KB di Aceh Ikut Jambore di Aceh Tengah
Kepala Perwakilan BKKBN Aceh, Safrina Salim, membuka Jambore PKB/PLKB di Aceh Tengah yang dihadiri sekitar 500 Penyuluh dan OPD KB, dari 27 hingga 28 Agustus 2024. (Foto: Humas BKKBN Aceh)

TAKENGON – Sebanyak 435 Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dan sekitar 65 OPD KB di Aceh, mengikuti Jambore yang di gelar selama dua hari, 27 hingga 28 Agustus 2024, di Kabupaten Aceh Tengah. Jambore dibuka oleh Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Aceh, Safrina Salim dan ditutup oleh Sesban, Ihya, dengan penyerahan bantuan sosial kepada enam Keluarga Resiko Stunting (KRS).

Turut hadir Penata KKB Ahli Utama BKKBN Republik Indonesia, Dwi Listyawardani, Sesban Perwakilan BKKBN Aceh, Ihya, Ketua Tim Kerja Lini Lapangan, Irma Dimyati, Ketua Umum PD IPeKB Indonesia Provinsi Aceh, Zulfikar, dan OPD KB.

Dalam sambutannya, Penata KKB Ahli Utama BKKBN RI, Dwi Listyawardani menyampaikan terkait penegakan kode etik dalam penjabaran nilai ASN Keren Berakhlak. Menurutnya, integritas dan profesionalitas pelaksana program Bangga Kencana merupakan hal yang sangat penting dalam sinergisitas program.

“Setiap penyuluh memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan jabatan yang melekat pada pundak mereka maka sinergisitas dalam pelaksanaan program akan terus berjalan dengan baik sehingga capaian program juga akan menjadi lebih baik,” tutur Pembina Wilayah Aceh yang akrab disapa “Bu Dani”.

Selanjutnya, ia mengatakan, agar Jambore ini tidak hanya sekedar outbound saja, tetapi juga ada output bersosialisasinya juga. Ia mencontohkan seperti hari ini, disisipi gerakan donasi untuk memberi bantuan sosial kepada kelurga beresiko stunting. “Penyuluh KB luar biasa mempunyai hati mulia dan terus mempunyai rasa sosial seperti ini,” pesannya sambil ikut berdonasi bersama Kepala Perwakilan BKKBN Aceh.

Sementara, Kaper BKKBN Aceh, Safrina Salim, saat membuka Jambore mengatakan, capaian pelaksanaan program Bangga Kencana di lini lapangan, sangat dipengaruhi oleh sinergitas, integritas dan porfesionalitas pelaksana. Hal ini, lanjutnya, harus melekat pada diri penyuluh KB sebagai ujung tombak pelaksana program. Namun praktiknya, kata Safrina, di lapangan penyuluh tidak terlepas dari dukungan pemerintah daerah, dalam hal ini OPD KB sebagai pengampu program di tingkat kabupaten/kota.

Safrina selanjutnya mengatakan, peran OPD KB sebagai pengampu program Bangga Kencana di tingkat kabupaten/kota memiliki peran strategis dalam mengambil kebijakan teknis pelaksanaan program. Karenanya harmonisasi dalam sinergitas pelaksanaan program di tingkat kabupaten/kota harus terjalin dengan baik antara OPD KB dan penyuluh KB.

”Jambore ini menjadi momentum silaturrahmi sehingga terjalinnya ikatan yang kuat dalam sinergitas pelaksanaan program. Sebab keharmonisan menjadi modal utama dalam sinergitas, kerap kali terjadi selisih pendapat yang menyebabkan ”mis” sehingga sinergitas tidak berjalan dengan baik. Dengan adanya ikatan silaturrahmi yang kuat ini, hal ini akan menjadikan kita legowo terhadap perbedaan pendapat tanpa merusak sinergitas dalam pelaksanaan program,” tutur Safrina.

Ketua Umum DPD Ikatan Penyuluh Keluarga Berencana (IPeKB) Indonesia Provinsi Aceh, Zulfikar, mengatakan, Jambore PKB/PLKB di Provinsi Aceh baru pertama kali dilakukan, Kabupaten Aceh Tengah menjadi tuan rumah pertama dan ini menjadi sejarah pertamakalinya dilaksanakan Jambore PKB/PLKB di Aceh.
.
Harapnya, Jambore PKB/PLKB bersama OPD KB menjadi momentum tahunan sehingga silaturrami antara penyuluh dengan OPD KB terus menguat dan capaian program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting di Aceh terus meningkat.

”Tidak hanya sinergisitas tetapi kami juga peduli terhadap kondisi di Aceh saat ini, terkait stunting. Bersama-sama kami telah berhasil mendonasi sebesar Rp30 juta yang sudah kami serahkan kepada pengelola program BAAS di provinsi untuk membantu pembangunan sarana air bersih. Dan hasil donasi hari ini akan kita serahkan kepada keluarga beresiko stunting di Aceh Tengah berupa sembako,” kata Zulfikar.

Salah seorang penyuluh KB senior di Kabupaten Aceh Timur yang bertugas di Birem Bayeum, selama 34 tahun, Syahlina (56 tahun), mengatakan, kegiatan Jambore ini memang sangat dinantikan untuk itu dia berharap agar bisa berlanjut setiap tahunnya.

”Meski dalam kondisi kesehatan yang belum pulih benar, masih menjalani terapi, saya tetap antusias datang ke Jambore ini. Selain bisa bersilaturrahmi, ajang ini menambah spirit bagi kami yang tugasnya jauh dari perkotaan,” kata Koordinator Balai KB Birem Bayeum, yang sudah mengabdi dari 1989.

Penyuluh yang diangkat menjadi PNS pada tahun 1990 ini mengaku sangat senang menjadi penyuluh, meski diakuinya ada suka dan duka saat menyuluh. Menurutnya penyuluh itu harus menguasai dan paham tentang program Bangga Kencana. Sehingga ia harus mampu menjelaskan dan meluruskan persepsi yang salah selama ini di tengah masyarakat.

”Ada yang mengatakan hal-hal negatif terkait program KB. Saya tertantang, terus menyuluh dan Alhamdulillah orang tersebut kini sudah mendukung dan menjadi akseptor,” ungkapnya dan sambil berharap agar kader terus dibina dan berkualitas. Karena kader, kata Syahlina, ujung tombak suksesnya program di desa.

Penyuluh di Kepulauan

Fitriwati (46 tahun), Koordinator Balai KB Pulau Aceh, Kabuparten Aceh Besar, yang tidak bisa hadir ke Jambore PKB/PLKB karena ada kegiatan Lokmin mengatakan, meski tidak bisa hadir Jambore namun ia mengikuti siaran langsung yang ditayangkan di Medsos. Menurutnya seru, bisa berkumpul dengan penyuluh seluruh Aceh. Ia berharap tahun depan bisa hadir pada kegiatan yang sama tersebut.

Ketika ditanyakan gimana suka duka menjadi penyuluh di daerah pulau terluar Aceh tersebut, penyuluh yang awalnya sebagai relawan pada 2005 hingga 2010 ini mengatakan, terkendala dengan cuaca buruk saat menyeberang ke pulau mengunakan boat ikan. Kemudian arus listrik yang suka padam dan internet yang tidak lancar.

”Balai tidak saja menjadi tempat kerja namun di sini saya juga menginap. Ada rasa takut juga pas mati listrik, apalagi di belakang balai hutan lebat,” ucapnya yang mengaku tinggal sendiri di balai, karena rumahnya di Kecamatan Peukan Bada. Jika harus ke Kecamatan Pulau Aceh harus menyeberang lautan dengan menggunakan boat tradisional menuju Pulau Beras. Di Kecamatan Pulau Aceh ada dua pulau besar yang berpenghuni, yaitu Pulau Nasi dan Pulau Beras. Dan di Pulau Beras terdapat Balai KB Pulau Aceh dimana koordinator balai ini tinggal seorang diri, dari Senin hingga Jum’at.

Fitri (panggilan akrabnya) diangkat menjadi PNS pada 2010 mengikuti tes K2 di OPD KB Aceh Besar. Meski terkendala cuaca, arus listrik yang suka padam, dan internet yang putus nyambung, tidak mengecilkan tekatnya menyuluh dan edukasi masyarakat dengan program KB. ”Kecintaan saya pada profesi saya ini, telah mengecilkan rasa takut saya. Cuma saat ini saya terkendala dengan jumlah personil, kalau bisa ditambah. Sebab ada 17 desa menjadi binaan kami dan lokasinya jauh-jauh, perjalanannya paling dekat satu jam setengah,” tuturnya.

Dari tempat tinggal Fitri ke Pulau Beras, Kecamatan Pulau Aceh, Kabupaten Aceh Besar, melalui penyeberangan laut, menggunakan boat, sekitar 2 jam. Namun ia juga terkendala jika ombak besar dan ada badai, boat tidak berlayar. Dan ia harus berangkat kerja Senin dan boat yang menyeberang pada siang hari. ”Kalau dari tempat saya tugas pada hari Jum’at boat malah tidak jalan sama sekali, jadi saya baru pulang ke rumah pada hari Sabtu dan pulang kembali ke pulau pada hari Minggu, tetapi kalau ada kendala maka hari Senin,” ceritanya.

Lulusan sarjana pendidikan guru Agama Islam ini, mengatakan, untuk akseptor KB Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di daerah tugasnya banyak, namun terkendala dengan bidan ahli. Sehingga masyarakat yang ingin ikut KB MKJP harus menyeberang ke Banda Aceh guna memasang alat kontrasepsi. Alhasil masyarakat yang tadinya ingin ikut KB jenis MKJP beralih ikut KB suntik dan pil.

”Di sini karena kondisi tidak ada bidan ahli, maka akseptor ikut KB suntik dan pil. Di sini ada bidan desa dua orang, tapi bukan bidan ahli, harapan saya bidan di sini bisa diberi pelatihan, sehingga bisa menjadi bidan ahli, jadi masyarakat tidak perlu lagi ke Banda Aceh kalau pasang kontrasepsi MKJP,” kata Fitri.

Fitri juga berharap, pelayanan KB gratis MKJP sering dilakukan di wilayahnya yang memang belum ada bidan ahli. Sebab menurutnya, masyarakat di wilayah kerjanya sangat menanti pelayanan tersebut di lakukan di wilayahnya. (red)