MEULABOH – Panitia Khusus (Pansus) tambang Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) bersama Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh mengunjungi PT Mifa Bersaudara di Aceh Barat, Minggu (15/9/2024). Kunjungan ini bertujuan menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dampak debu dari operasional perusahaan tambang batu bara terhadap warga sekitar.
Namun, rencana inspeksi lapangan itu terhambat ketika anggota Pansus tidak diizinkan memasuki area tambang oleh petugas perusahaan. Penolakan tersebut didasarkan pada alasan bahwa Pansus belum mengirimkan surat resmi kepada pihak perusahaan sebelumnya.
Ketua Pansus, Reza Falevi Kirani, dan Sekretaris Pansus, Abdurrahman Ahmad, mengaku kecewa dan mempertanyakan sikap PT Mifa Bersaudara. Menurut mereka, penolakan itu mencerminkan ketidakterbukaan perusahaan terhadap evaluasi dari lembaga pemerintah.
“Empat perusahaan lain yang kami kunjungi sebelumnya menerima kami dengan tangan terbuka tanpa persoalan. Penolakan seperti ini tidak hanya janggal, tetapi juga dapat dianggap sebagai penghinaan terhadap lembaga,” ujar Abdurrahman dengan nada tegas.
Reza Falevi menambahkan, kedatangan Pansus bukan tanpa alasan. Informasi yang dikumpulkan dari masyarakat dan anggota dewan setempat menunjukkan bahwa debu dari operasional tambang telah menyebabkan gangguan kesehatan bagi warga sekitar, termasuk bayi yang dilaporkan terpapar debu.
“Kami ingin memastikan langsung di lapangan untuk melihat dampak dari operasional perusahaan. Penolakan ini justru menimbulkan kesan bahwa ada sesuatu yang ditutupi,” tegas Reza.
Sebelum mendatangi PT Mifa Bersaudara, tim Pansus DPRA bersama ESDM dan DLHK Aceh telah mengunjungi empat perusahaan tambang lainnya, yakni PT Indonesia Pacific Energi (IPE), PT Mega Multi Cemerlang (MMC), PT Energi Tambang Gemilang (ETG), dan PT Agrabudi Jasa Bersama (AJB). Keempat perusahaan tersebut menerima kedatangan tim dengan terbuka, sehingga inspeksi dapat berjalan lancar.
Ketua Pansus menekankan bahwa prioritas utama dari inspeksi ini adalah melindungi kesehatan warga yang terdampak. “Kami menerima laporan bahwa debu tambang tidak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga membahayakan kesehatan masyarakat, terutama anak-anak,” kata Reza.
Insiden ini memunculkan desakan agar PT Mifa Bersaudara bersikap lebih transparan terhadap dampak operasionalnya. Menurut Pansus, keterbukaan perusahaan merupakan langkah awal untuk menemukan solusi terbaik bagi keseimbangan antara aktivitas pertambangan dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
“Ke depan, kami akan mengkaji langkah hukum maupun regulasi yang dapat diambil untuk memastikan perusahaan seperti ini patuh pada aturan dan tidak mengabaikan tanggung jawab sosial mereka,” pungkas Reza.
Kejadian ini juga menimbulkan perhatian dari berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil yang menuntut akuntabilitas perusahaan tambang di Aceh Barat. DPRA berkomitmen untuk terus mengawal isu ini hingga ada penyelesaian yang nyata bagi masyarakat terdampak. (par)