LANGSA – Pemerintah Kota Langsa melalui Dinas Syariat Islam (DSI) mencatat sebanyak 149 kasus pelanggaran Qanun Syariat Islam yang terjadi sepanjang tahun 2024 di kota setempat. Angka tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 151 kasus, Jumat (03/01/25)
Kepala Dinas Syariat Islam Kota Langsa, Kamaruzzaman, SH.I mengatakan, pada tahun 2023, penertiban tempat perjudian sebanyak 14 kasus, khalwat 39 kasus, penertiban wajib berbusana muslim 86 kasus, pengakuan zina 2 kasus dan penertiban berjualan makanan/minuman pada siang hari di bulan Ramadhan 10 kasus.
“Sementara untuk tahun 2024, pelanggaran Syariat Islam sebanyak 149 dengan rincian penertiban pelaku khamar (minuman keras) sebanyak 1 kasus, penertiban tempat dan pelaku perjudian 21 kasus, khalwat 54 kasus, ikhtilath 5 kasus, zina 6 kasus, pemerkosaan 1 kasus, liwath (pelecehan seksual terhadap anak laki-laki dibawah umur) 2 kasus, penertiban wajib berbusana muslim 57 kasus dan penertiban jam malam bagi anak sekolah 2 kasus,” kata Kamaruzzaman.
Kamaruzzaman menjelaskan, untuk menjalankan Syariat Islam merupakan tugas bersama yang melekat pada tubuh setiap umat muslim, tidak hanya di Kota Langsa namun seluruh Provinsi Aceh. Dengan cara menjaga keluarga, anak dan saudara dari hal-hal yang berpotensi menjadi perbuatan negatif.
“Bahkan dari teknologi saja, potensi terhadap godaan pelanggaran Syariat Islam sangat tinggi kalau tidak dikawal oleh keluarga. Institusi hanya terbatas pada saat jam kerja, maka menjadi tanggung jawab bagi setiap lapisan masyarakat khususnya di Kota Langsa untuk dapat menanamkan nilai-nilai agama dan akhlak yang mulia kepada keluarga dan kerabat kita,” sambungnya.
Kemudian, Kadis DSI tersebut juga berharap untuk pemantapan petugas, baik di DSI maupun kesatuan Wilayatul Hisbah (WH) sebagai pelaksana teknis dalam penindakan pelanggaran Syariat Islam, agar kedepannya terdapat sebuah pedoman yang bisa digunakan secara total.
“Harapan di tahun 2025 mendatang, DSI dapat membuat pertemuan terkait Grand Desain (Rencana Induk). Insyaallah dipertemuan ini akan hadir seluruh instrumen yang ada, baik daerah maupun seluruh Aceh, dengan harapan dengan Grand Desain ini bisa dipedomani secara fleksibel minimal sampai 50 tahun keatas,” harapnya.
Harapannya beberapa hal yang direncanakan dapat terwujud dalam pertemuan Grand Desain adalah pertama dari segi SOP petugas, mulai dari pola rekrutmen, pembinaan karir dan lainnya untuk tujuan pemantapan keanggotaan Wilayatul Hisbah dalam mengawal Qanun Syariat Islam.
“Qanun Jinayat ini hasil karya anak Aceh, tidak ada contoh ditempat lain, dan kita yakin dan percayai juga isi-isi dari pasal itu seiring berjalannya waktu perlu ada penambahan, kajian ulang dan revisi untuk membantu petugas di lapangan. Dengan ada Grand Desain itu akan kita bahas bagaimana mekanismenya dengan mengajukan revisi atau penambahan pedoman yang lain dan sebagainya,” imbuhnya.(NJ)